Yunus
Syaibani mengatakan bahwa Imam Shadis as bersabda kepadaku: “Bagaimana
kalian bercanda dengan sesama kalian?” Aku menjawab: “sedikit sekali”.
Beliau bertanya: “Mengapa kalian tidak bercanda? Bercanda tanda dari
kebahagiaan. Dengan canda kalian bisa membahagiakan saudara seagama
kalian. Sesungguhnya Rasulullah saw juga bercanda dengan orang-orang.
Dengan cara inilah beliau ingin membahagiakan mereka.
Imam
Shadiq as bersabda: “Bukan orang mukmin, orang yang tidak mau bercanda.
Rasulullah saw juga bercanda, tetapi tidak berbicara melainkan
kebenaran”.
Menurut
riwayat Dailami, Rasulullah saw menjahit bajunya, menjahit sandalnya,
memerah susu kambingnya, makan bersama para budaj, duduk di bawah,
mengendarai keledai dan membonceng orang lain di belakangnya. Rasa malu
tidak menghalangi beliau untuk pergi ke pasar memenuhi kebutuhan
pribadinya dan membawanya sendiri ke rumah. Beliau berjabat tangan
dengan orang kaya juga orang miskin dan tidak melepaskan tangannya
sebelum mereka melepaskan tangan. Berpapasan dengan siapa saja, kaya
maupun miskin, besar atau kecil, beliau mengucapkan salam kepadanya. Apa
saja yang ditawarkan kepadanya, beliau tidak meremehkannya, meskipun
kurma yang paling rendah. Beliau adalah orang yang ekonomis, tidak
banyak pengeluaran. Selera tinggi, bagus dalam bergaul dan berakhlak
mulia. Senantiasa tersenyum, dan tidak tertawa keras. Kelihatan sedih
tapi tidak cemberut. Tawadu, tapi tidak mengecilkan harga dirinya.
Dermawan, tetapi tidak boros. Rendah hati dan penuh kasih sayang kepada
semua kaum muslimin. Beliau tidak pernah sendawa akibat kenyang. Tidak
pernah berharap dari orang lain.
Imam Ali
as bersabda: “Rasulullah saw tidak pernah menarik tangannya terlebih
dahulu bila berjabat tangan dengan orang lain sampai orang itu
melepaskan tangannya. Tidak pernah ada orang yang bekerja dengan
Rasulullah lantas beliau lebih dahulu berhenti dari kerjaannya, tetapi
beliau bersabar sampai orang itu berhenti dari kerjaannya. Tidak pernah
orang lain memulai pembicaraan dengan beliau dan beliau lebih dahulu
diam dari orang itu. Beliau tidak pernah selonjorkan kakinya di depan
orang lain. Beliau tidak pernah bingung di antara dua pekerjaan, bahkan
memilih yang lebih berat dari keduanya. Beliau tidak pernah dendam atas
kezaliman yang dilakukan terhadapnya, kecuali bila hak Allah yang
dizalimi, maka karena Allah beliau marah. Beliau tidak pernah makan
sambil bersandar sampai akhir hayatnya.
Bila
diminta sesuatu darinya, beliau tidak pernah menjawab “tidak”. Beliau
tidak pernah menolak orang yang membutuhkan, melainkan memenuhi
kebutuhannya atau bila tidak bisa beliau menyenangkannya dengan ucapan
yang baik. Salatnya lebih ringan dari salat orang lain. Khotbahnya lebih
pendek dari khotbah orang lain dan menghindari pembicaraan yang
sia-sia. Bila beliau datang, ketahuan dari bau harumnya. Bila makan
bersama beliau adalah orang yang pertama memulai makan dan yang
mengakhirinya. Ketika makan, beliau mengambil apa yang ada di depannya.
Ketika beliau makan kurma, menawarkan kepada yang lainnya juga. Ketika
minum air beliau lakukan menjadi tiga tegukan dengan disela-selai nafas.
Tidak sekaligus beliau teguk. Tangan kanannya dikhususkan untuk makan
dan minum serta memberi dan menerima. Tidak mengambil dan memberi
sesuatu kecuali dengan tangan kanan. Tangan kirinya untuk seluruh
anggota badannya. Dalam semua pekerjaan, seperti memakai pakaian,
sepatu, dan naik maupun turun dari kendaraan, beliau selalu memulai
dengan tangan atau kaki kanan. Bila memanggil seseorang mengulanginya
sampai tiga kali. Tetapi dalam berbicara hanya cukup sekali. Bila minta
izin untuk masuk, beliau mengulangi sampai tiga kali. Ucapannya jelas
dan setiap orang pasti memahaminya. Ketika berbicara, giginya yang
putih, tampak bersinar. Bila kamu mendekatinya, kamu akan berkata bahwa
gigi beliau renggang padahal tidak demikian. Pandangannya sekilas dan
tidak memandang tajam kepada seseorang. Tidak berbicara kepada orang
lain yang tidak disukainya. Ketika berjalan bagaikan orang yang turun
dari lereng.
Beliau
selalu bersabda: “Paling baiknya kalian adalah yang paling baik
akhlaknya”. Beliau tidak pernah memuji atau mencaci makanan.
Sahabat-sahabat tidak pernah cekcok mulut di depan beliau. Setiap orang
yang membicarakan beliau senantiasa mengatakan: “Aku tidak pernah dan
tidak akan pernah melihat orang seperti beliau”.
Imam
Shadiq as bersabda: “Bila Rasulullah saw duduk bersama orang lain,
beliau tidak akan berdiri terlebih dahulu sebelum orang itu berdiri”.
Menurut riwayatkan Thabresi: “Rasulullah saw senantiasa berbicara sambil tersenyum”
Muammar
bin Khallad mengatakan: “Aku bertanya kepada imam Ridha as: “Demi
engkau! Ada seseorang di antara sekumpulan manusia. Dia berbicara dan
membuat orang-orang di situ tertawa, apa ini? Beliau menjawab: “Tidak
masalah” yang penting tidak… – aku yakin bahwa beliau akan mengatakan
yang penting tidak ada caci maki di situ – kemudian beliau mengatakan:
“seorang laki-laki Arab badui datang menghadap Rasulullah saw untuk
memberikan hadiah, dan mengatakan: “Bayar hadiah yang aku berikan
kepadamu!” Rasulullah tertawa karena ucapan ini. Setiap Rasulullah saw
merasa sedih beliau mengatakan: “Hei Arab, apa yang dia kerjakan?
Seandainya dia datang ke sini dan membuat kami tertawa dengan
ucapannya”.
0 komentar